Abstrak
Disertasi ini membahas tentang pengaruh
spiritualitas terhadap keberhasilan kepemimpinan dengan studi kasus para kepala
SMP Islam favorit di Surabaya. Spiritualitas yang dijadikan variabel independen
dalam penelitian ini memiliki indikator menyangkut salat tahajud, duha, hajat
dan puasa senin kamis. Sedangkan keberhasilan kepemimpinan yang menjadi
variabel dependen dalam penelitan ini memiliki indikator yang diambil dari
teori yang dikemukakan Abdul Azis Wahab yakni pertama, apa yang diperoleh
organisasi (organizational achievement)
menyangkut: produksi sekolah meningkat, produk sekolah berkualitas, keuntungan
dana meningkat dan program inovatif terwujud; kedua, pembinaan organisasi (organizational maintenance) menyangkut:
bawahan puas/sejahtera, bawahan termotivasi dan bawahan semangat bekerja.
Penelitian ini termasuk penelitian
eksplanatori, yaitu suatu penelitian di samping menggambarkan fenomena sosial
yang ditemui, juga berupaya menjelaskan atau menerangkan hubungan
variabel-variabel pokok yang ada dan dilakukan pengujian hipotesis (testing
of hyphoteses). Selain itu penelitian ini merupakan penelitian survey yang merupakan
penelitian populasi. Untuk mendapat data yang diinginkan peneliti menggunakan
metode dengan memberikan kuesioner tertutup (angket) dan wawancara terstruktur.
Data tersebut
dikelola dan dianalisis dengan menggunakan cara statistik, dengan teknik
analisis deskriptif menggunakan persentase. Untuk mengetahui pengaruh
spiritualitas terhadap keberhasilan kepemimpinan maka digunakan teknik analisis
Chi Kuadrat. Untuk mengetahui keeratan pengaruhnya digunakan koefiisen
kontingensi yang dibandingkan dengan C maks dengan program SPSS 15.0.
Setelah diuji
dengan teknik analisis di atas maka dapat diketahui bahwa para Kepala SMP Islam
favorit di Surabaya ternyata melakukan upaya spiritualitas ketika menjalankan
kepemimpinannya; para Kepala SMP Islam favorit di Surabaya mengalami
keberhasilan kepemimpinan dan spiritualitas berpengaruh signifikan terhadap
keberhasilan kepemimpinan para Kepala SMP Islam favorit di Surabaya.
Kata Kunci:
Spiritualitas dan Kepemimpinan
A.
Pendahuluan
Persoalan yang menyangkut spiritualitas,
sesungguhnya dapat dijumpai dalam semua agama, tak terkecuali dalam Islam. Pada
penganut agama selain Islam secara empirik terbukti mereka juga melakukannya.
Bahkan dalam penelitian yang dikorelasikan dengan keberhasilan kepemimpinan
terbukti berpengaruh positif/signifikan. Mereka yang semakin menghayati dan
khusyuk melakukan spiritulitas baik yang non muslim ataupun muslim maka
korelasinya semakin baik.
Perilaku spiritualitas ini ternyata
tidak saja dilakukan di lingkungan organisasi/perusahaan jasa seperti institusi
pendidikan di atas. Pada organisasi/perusahaan manufaktur para karyawan
ternyata juga melakukan spiritualitas. Namun dalam penelitian Wibisono ini,
ketika spiritual dikorelasikan dengan kinerja karyawan, maka spiritual
berpengaruh negatif, sedang objeknya adalah karyawan penganut agama Islam dan
variabel spiritual tersebut menyangkut doa, salat lima waktu dan puasa ramadan.
Menurut M. Amin Abdullah, di dalam Islam
terkandung ajaran yang tidak hanya menyangkut lahiriyah semata. Hal-hal yang
menyangkut spiritualitas mendapat perhatian pula. Ada tiga konsep ajaran Islam
yakni Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga komponen itu tercampur menjadi satu dan
mengejawanta secara utuh dalam tindakan ibadah kepada Allah dan hubungan
dengan manusia. Pola-pola hubungan dengan Allah ini di antaranya dengan
melakukan salat dan puasa di samping yang lain, dan ini merupakan metode yang
sebenarnya sarat dengan muatan nilai spiritualitas. Menurut Harun Nasution, spiritualitas yang dilakukan seseorang
mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan.
Intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh
manusia dengan Tuhan.
Mengacu pada konsep ajaran Islam
tersebut, maka seorang muslim yang baik sudah barang tentu tidak akan
meninggalkan spiritualitas. Ajaran ini justru merupakan jawaban akan kebutuhan
manusia sebagai makhluk yang memiliki dimensi batin di balik unsur jasmaniyah.
Hal ini karena menurut Viktor Frankle, eksistensi manusia ditandai oleh tiga
faktor, yakni kerohanian (spirituality), kebebasan (freedom)
dan tanggung jawab (responsibility).
Abraham Maslow, salah seorang pemuka
psikologi humanistik yang berusaha memahami segi esoterik (rohani) manusia
menyatakan bahwa kebutuhan manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat dari yang
paling dasar hingga kebutuhan yang paling puncak. Terpenuhinya kebutuhan puncak
yang transenden oleh Maslow disebut peakers. Peakers memiliki berbagai
pengalaman puncak yang memberikan wawasan yang jelas tentang diri mereka dan
dunianya. Kelompok ini cenderung menjadi lebih spiritualis dan saleh.
Sebagai kebutuhan asasi seseorang, spiritualitas dalam kehidupan saat ini bisa
dikembangkan dalam kehidupan pribadi pemimpin organisasi bila menginginkan
keberhasilan,
demikian pula menurut Abdul Azis Wahab.
Pengabaian akan spiritualitas maka
berefek seperti yang dijelaskan Morgan Mc.Call & Michael Lombardo seperti
yang dikutib Safaria bahwa: “Banyak
pemimpin yang gagal dalam menjalankan kepemimpinannya sebenarnya merupakan
orang-orang yang cerdas, ahli di bidangnya masing-masing, seorang pekerja keras
dan diharapkan maju dengan cepat. Akan tetapi sebelum mereka sampai di puncak
organisasi, mereka dipecat atau dipaksa untuk pensiun / mengundurkan diri.”
Dalam reformasi pendidikan atau krisis
global saat ini sebagai pemimpin di lingkungan pendidikan, tentu dihadapkan
dengan berbagai persoalan dan perubahan yang menuntut paradigma baru bagi seorang
pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Paradigma ini akan menentukan pola
dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin sehari-hari, selama pemimpin mengarahkan
organisasi menuju kesuksesan di masa depan.
Berbagai persoalan yang komplek,
tentunya bisa membuat para pemimpin kehilangan keseimbangan dan kalau tidak
tahan goncangan maka akan berpengaruh
pada keberhasilan kepemimpinan. Untuk itu seorang pemimpin
seyogyanya perlu mengembangkan aset yang
berupa spiritualitas di samping yang lainnya. Hal ini karena telah dicontohkan
Nabi Muhammad Saw sebagai panutan umat Islam. Muhammad Saw sebagai pembawa
ajaran agama Islam, ternyata merupakan figur pemimpin dunia yang dikagumi akan
keberhasilannya. Beliau ternyata tidak meninggalkan dimensi spiritualitas.
Muhammad Saw meraih hasil luar biasa
melalui sebab yang tidak bisa lepas dari keberadaan dan praktek
spiritualitas.
Penjelasan tentang spiritualitas dan
kepemimpinan di atas akan sangat menarik untuk diteliti ketika dihadapkan pada
realita empirik para kepala SMP Islam Favorit di Surabaya. Hal ini karena
kepemimpinan mereka berada di Kota Metropolitan yang notabene sangat
mengedepankan rasionalitas, skills, pengalaman, kapasitas keilmuan dari
pendidikan formal tanpa mempertimbangkan tingkat spiritualitas yang baik atau
sebaliknya, mereka diambilkan dari para pelaku spiritulitas yang salah persepsi
dalam memahami ajaran Islam, sehingga pelaksanaanya menjadi bersifat ritual
tanpa dihayati dan menyentuh esensinya. Ini tentu akan menjadi pemicu dan
faktor yang menghambat kemajuan organisasi.
Sangat menariknya penelitian disertasi
ini selain di atas, karena penelitian secara spesifik tentang spiritualitas
yang menyangkut salat tahajud, duha, hajat dan puasa Senin Kamis terhadap
keberhasilan kepemimpinan dan objeknya organisasi/perusahaan jasa seperti
institusi pendidikan yang bernuansa Islam ternyata belum ada. Untuk itu penulis
menjadi tertarik meneliti spiritualitas dan pengaruhnya terhadap keberhasilan
kepemimpinan.
Ada beberapa
persoalan yang diajukan dalam penelitian ini pertama, apakah para kepala SMP Islam favorit melakukan usaha spiritualitas dalam
proses kepemimpinannya?; kedua, bagaimana keberhasilan kepemimpinan para kepala
SMP Islam favorit yang ada saat ini ?; ketiga, seberapa besar pengaruh
spiritualitas terhadap keberhasilan kepemimpinan para kepala SMP Islam favorit di
Surabaya ?
B.
Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan ini merupakan implikasi dan
interpretasi dari analisis hasil penelitian yang didukung dengan temuan
teoritis maupun empiris dari penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan. Pembahasan ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
dua variabel yang diteliti sebagai pembuktian dari hipotesis dalam penelitian
ini. Untuk itu tentu akan terdapat dua kemungkinan yakni menerima hipotesis
yang diajukan atau sebaliknya menolaknya.
Untuk menguji hipotesis kepala SMP Islam
favorit di Kota Surabaya melakukan upaya spiritualitas ketika menjalankan
kepemimpinannya dan spiritualitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
keberhasilan kepemimpinan digunakan analisis chi kuadrat dengan menggunakan bantuan
porgram SPSS 15.0. Selain itu argumen menggunakan analisis chi kuadrat adalah
skala jawaban kuesioner yang digunakan spiritualitas dan keberhasilan
kepemimpinan adalah ordinal. Adapun untuk mengetahui besaran
pengaruh spiritualitas terhadap keberhasilan kepemimpinan yakni dengan
membandingkan nilai koefisien kontingensi dengan nilai C maks. Nilai koefisien kontiakngensi ini dapat
diperoleh dengan bantuan program SPSS 15.0.
Untuk itu menurut Peter Hagul, Chris
Manning dan Masri Singarimbun, usaha untuk
mencari hubungan antara variabel sesungguhnya mempunyai tujuan akhir untuk
melihat kaitan pengaruh antara variabel. Adapun jenis hubungan dalam penelitan ini
merupakan hubungan asimetris. Hal ini karena inti pokok analisis-analisis
sosial terdapat dalam hubungan asimestris, di mana satu variabel mempengaruhi
variabel yang lainnya.
Sedangkan hubungannya bertipe kausal. Hal ini disebabkan dalam analisis ilmu sosial, hubungan kausal
biasanya digunakan untuk mengetahui pengaruh,
Baik secara teoritik atau
empirik/penelitian terdahulu, hasil penelitian disertasi ini nanti dimungkinkan
pertama, mendukung teori-teori atau hasil penelitian terdahulu yang digunakan
sebagai acuan dalam penyusunan disertasi ini; kedua, mengembangkan teori-teori
yang sudah ada atau hasil penelitian terdahulu; ketiga yakni justru
menolak/tidak mendukungnya; bahkan dimungkin hasil penelitian disertasi ini
akan menemukan teori-teori baru khususnya dalam hal spiritualitas Islam dan
kepemimpinan di institusi pendidkan Islam. Untuk itu pendeskripsian
pembahasan ini bisa kita ikuti sebagai berikut.
Pertama, para kepala SMP Islam favorit di Surabaya sesungguhnya orang-orang
yang spiritualis. (Lihat tabel 5.21, lampiran disertasi, hal. vii). Namun
demikian dari 30 orang kepala sekolah, kebanyakan di antara mereka yang sering
hingga sering sekali melakukan spiritualitas (salat tahajud, duha, hajat dan
puasa Senin Kamis) adalah kepala sekolah alumni pondok pesantren, kecuali pada
salat hajat yang bukan alumni pondok pesantren lebih menonjol. Pada salat
tahajud, duha dan puasa Senin Kamis walaupun yang lebih banyak dilakukan mereka
yang alumni pondok pesantren akan tetapi yang bukan alumni pondok pesantren
ternyata kesadaran melakukan spiritualitas tersebut hampir mengimbangi mereka
yang alumni pondok pesantren.
Temuan dalam penelitian ini sesungguhnya
menunjukkan bahwa walaupun para kepala SMP Islam favorit berpendidikan formal
S1 bahkan ada yang S2 dan S3 serta hidup di kota Metropolis Surabaya yang notabene
orang-orang rasional tetapi mereka melakukan upaya spiritualitas dalam
kepemimpinannya. Upaya spiritualitas yang dianggap oleh sebagian kalangan tidak
rasional jika dilihat dari hasil temuan penelitian ini ternyata dilakukan para
kepala SMP Islam favorit tidak hanya dari alumni pesantren. Mereka yang bukan
alumni pesantren pun juga melakukan spiritualitas.
Untuk itu temuan penelitian ini
kehadirannya menjadi temuan baru, mendukung, mengembangkan bahkan menolak
teori-teori yang sudah ada dan temuan dari studi empirik sebelumnya. Dikatakan
temuan baru karena para peneliti yang meneliti spritualitas Islam ini dengan
keberhasilan kepemimpinan secara spesifik belum ada. Dikatakan mendukung dan
mengembangkan karena baik secara teori dan studi empirik telah ditemukan
teori-teori yang berkaitan dengan spiritualitas dan kepemimpinan ataupun yang
lain, namun sifatnya masih umum. Dikatakan menolak karena temuan ini
berseberangan dengan teori-teori dan studi empirik yang telah ada.
Temuan dalam penelitian ini sesungguhnya
hadir mendukung dan mengembangkan teori yang dikemukakan Geertz secara empirik
dan yang lainnya. Hal ini karena dari hasil penelitian Geertz di Indonesia
menjelaskan bahwa soal kebatinan, kepercayaan, simbolisme slametan, praktek
keagamaan, berbagai kejadian, perhitungan hari, dan hal-hal yang sejenis sangat
kental mewarnai perilaku masyarakat.. Demikian pula hasil penelitian Simuh secara empirik menyebutkan tidak
hanya rakyat kecil dan masyarakat pedesaan saja, mereka yang hidup di
metropolis, bisnismen bahkan pejabat seringkali melakukan upaya spiritualitas.
Misalnya ketika pemilihan lurah, bupati/walikota, gubernur, bahkan presiden
hingga ketika memimpin dan menduduki jabatan itu mereka tidak bisa lepas dari
upaya ini demi kesuksesan usaha dan pekerjaannya.
Selanjutnya penemun ini secara empirik hadir menolak
teori-teori yang sudah ada, seperti teori yang dikemukakan Alasdair MacIntyre
ahli psikologi yang mengatakan bahwa pengalaman ketuhanan itu mustahil.Bagi para kepala SMP Islam favorit di
Surabaya pengalaman ketuhanan (spiritualitas) tentu tidak mustahil. Hal ini
terbukti mereka walaupun orang-orang yang rasional dengan berpendidikan formal
(sarjana S1, S2, S3) tetapi melakukan spiritualitas. Untuk itu menurut John
Hick, bahwa pengalaman spiritualitas bagi yang mengalaminya sendiri adalah
rasional namun bagi mereka yang tidak mengalami mungkin dianggap irrasional dan
jauh dari objektivitas.
Para kepala SMP Islam favorit di atas
dari hasil penelitian, sebelum dan ketika mereka menjadi kepala sekolah maka
dapat diklasifikasi menjadi tiga yakni mereka yang melakukan spiritualitas
(salat tahajud, salat duha, salat hajat dan puasa Senin Kamis) ada yang dengan
istiqamah, ada yang mengalami peningkatan intensitas dan ada yang mengalami
penurunan. (Lihat tabel 5.22 - 5.25, lampiran viii-x). Dengan pengklasifikasian
ini maka ditemukan bahwa kebanyakan di antara kepala SMP Islam favorit di
Surabaya ternyata dalam upaya spiritualitasnya dilakukan dengan istiqamah.
Mereka yang istiqamah ini ada sebesar 63%, dan 25% di antara mereka yang mengalami
peningkatan dalam melakukan spiritualitas ketika menjabat serta hanya ada
sedikit saja 12% yang mengalami penurunan. (Lihat tabel 5.26, lampiran
disertasi, hal. x).
Menurut Shaikh Ibnu Ata’illah bahwa keberadaan istiqamah merupakan perintah yang
memang berat, sampai-sampai ketika Rasulullah Saw menerima ayat yang
berhubungan dengan istiqamah seperti dalam al-Qur’an, 11 (Hud) : 112,
menyebabkan beliau menjadi termenung dalam sekali guna merenungkan arti yang
sangat penting dari ayat tersebut, sehingga Nabi Saw menjadi kelihat seperti
cepat sekali bertambah umurnya lantaran rambut kepala beliau beruban. Walaupun istiqamah itu sangat berat ternyata dalam realita empirik
para kepala SMP Islam favorit Surabaya melakukan spiritualitas Islam yang ada
dengan istiqamah, di samping ada yang meningkatkan dan mengalami penurunan
dalam pelaksanaanya ketika menjabat.
Dengan adanya sebagian kepala sekolah
yang mengalami peningkatan dalam spiritualitasnya ini (25%) menunjukkan bahwa
mereka ternyata ada juga yang ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebab
menurut Shah Wali Allah al-Dihlawi bahwa salat yang merupakan induk amal
ternyata menjadi media untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah. Demikian pula pada mereka yang meningkatkan puasa Senin Kamis, menunjukkan
bahwa adanya keinginan lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebab menurut
Shaikh Abdul Qodir al-Jailani bahwa puasanya orang hakikat, mereka melampaui
kenikmatan puasanya orang awam. Mereka merasakan kenikmatan dapat melihat dan bertemu Allah dengan mata
hatinya. Mereka ini berpuasa karena mencari Allah
dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.
Adapun bagi
mereka yang mengalami penurunan ini, disebabkan karena dalam pelaksanaanya
belum sepenuhnya khusyuk
dan ikhlas karena Allah. Demikian pula bagi orang yang mengalami
penurunan dalam puasa Senin Kamis. Mereka ini karena belum merasakan kenikmatan
dalam berpuasa kecuali hanya merasakan lapar dan dahaga. Untuk itu al-Ghazali
dalam hal ini mengatakan bahwa adapun puasanya orang umum adalah menahan perut
dan kemaluan dari menunaikan kebutuhan.
Adapun jika
dilihat dari motivasinya di antara kepala SMP Islam favorit di Surabaya
tersebut dalam melakukan spiritualitas dari hasil penelitian maka dapat
diklasifikasikan menjadi dua yakni mereka yang melakukan dengan motivasi hanya
semata-mata mencari rida Allah dan ada yang di samping karena Allah juga
berharap mendapatkan kesuksesan. Dengan pengklasifikasian ini maka dapat
diketahui bahwa kebanyakan mereka dalam melakukan spiritualitas 53% ternyata hanya
karena mencari rida Allah dan sisinya 47% melakukannya
selain karena Allah juga berharap
mendapatkan kesuksesan. (Lihat tabel 5.27a, lampiran
disertasi, hal. x).
Temuan di atas ini secara empirik
menjadi temuan yang mendukung dan mengembangkan teori yang sudah ada. Dalam
pandangan Rudolf Otto seperti yang dikutib Jalaluddin dan Ramayulis bahwa
spiritualitas seseorang timbul karena adanya dorongan dari diri sebagai faktor
dalam. Dalam perkembangan selanjutnya spiritualitas itu dipengaruhi pula oleh
pengalaman spiritualitasnya. Dengan kata lain dorongan spiritualitas itu
berperan sejalan dengan kebutuhan manusia.
Untuk itu dari sini maka timbullah motivasi-motivasi dari mereka yang melakukan
spiritualitas ini.
Keikhlasan
seseorang dalam beribadah bukan berarti ia tidak boleh mengharap sesuatu
(berdo’a) kepada-Nya dengan ibadahnya tersebut. Hal ini disebabkan mengharap
sesuatu kepada Allah adalah perintah Allah sendiri sehingga memiliki nilai
ibadah pula. Karena itu melaksanakan ibadah lebih utama daripada
meninggalkannya. Sedang berdo’a adalah hak Allah yang harus dipenuhi. Akan
tetapi di antara ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama,
mengharap sesuatu (berdo’a) ataukah diam dengan rida ketika seseorang melakukan
ibadah tersebut. Pendapat kedua mengatakan bahwa diam dan pasrah terhadap
keputusan Allah lebih sempurna.
Menyikapi
dua pendapat ini, maka seorang mukmin harus bisa bersikap bijak. Hal ini
seperti yang dikatakan al-Qushairy, dalam kondisi tertentu berharap (do’a) akan
lebih utama daripada diam. Hal ini termasuk tatakrama. Dalam kondisi lain
diam lebih utama daripada berharap
sesuatu (berdo’a). Hal ini juga termasuk
etika. Jika hatinya merasa bahwa berharap sesuatu (berdo’a) itu lebih baik, maka berharap
sesuatu (berdo’a) pada saat itu lebih
utama. Jika hatinya merasa diam itu lebih baik, maka tidak berharap (berdo’a)
adalah lebih sempurna. Untuk itu seseorang harus memperhatikan kondisinya.
Selain mencari rida Allah, ada juga di
antara mereka yang ketika melakukan spiritualitas memiliki motivasi-motivasi
lain seperti mengharap kepada Allah diberikan kesuksesan ketika memimpin. Untuk
itu Shah Wali dalam hal ini mengatakan berdasar pada motivasinya maka dapat
diidentifikasi sebagai berikut bahwa orang melakukan spiritualitas ada kalanya
untuk mematuhi akal hingga memperoleh yang diinginkan, untuk menghindari cinta
duniawi menuju cinta Allah, untuk mencapai Zat Ilahi.
Kedua, secara empirik dari hasil penelitian ini ditemukan, ternyata di SMP
Islam favorit Surabaya jumlah siswanya mengalami peningkatan (ada 23 sekolah)
76,7%, para siswanya lulus dalam ujian nasional baik lulus langsung atau harus
melalui ujian ulang (ada 25 sekolah / 83,3%), keuntungan dana mengalami
peningkatan (ada 23 sekolah / 76,7%), kebanyakan program-program inovasinya
terwujud (ada 25 sekolah / 83,3%), dan semua bawahan puas dengan gaji (ada 23
sekolah / 76,7%), kebanyakan bawahan tidak protes dengan kebijakan yang dibuat
(ada 18 sekolah / 60%), kebanyakan bawahan datang sebelum jam kerja dimulai dan
pulang setelah tanggung jawab harian selesai (ada 17 sekolah / 56,7%).
Ini merupakan petunjuk bahwa para Kepala
SMP Islam favorit yang ada sesungguhnya berhasil baik dalam menjalankan
kepemimpinannya. Adapun keberhasilan kepemimpinan yang lebih besar terletak
pada apa yang diperoleh dari organisasi (organizational achievement)
daripada organizational maintenance. Hal ini terbukti kebanyakan
responden menjawab empat indikator milik organizational achievement pada poin (b). Sedang pada organizational
maintenance yang memiliki tiga indikator kebanyakan responden hanya
menjawab dua indikator saja pada poin (b).
Mengetahui keadaan semacam ini memang
perlu sekali hal ini seperti yang dikemukakan Nana Sudjana bahwa mengetahui
indikator keberhasilan ini sangat penting, sebab dari indikator ini bisa
dijadikan tolok ukuran, patokan dalam penilaian akan berhasil tidaknya suatu
aktifitas yang dilakukan seseorang, yang dalam pembahasan ini berhubungan
dengan keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah.
Ketiga, spiritualitas yang dilakukan para kepala SMP Islam favorit Surabaya
ternyata berpengaruh positif terhadap keberhasilan kepemimpinan. Mereka yang
melakukan spiritualitas dengan istiqamah dan terus meningkatkan intensitasnya
secara empirik ternyata lebih berhasil dalam kepemimpinan, daripada yang
mengalami penurunan intensitas.
Hal ini
sangat beralasan karena dengan istiqamah dan terus meningkatkan intensitas
dalam melakukan spiritualitas, mereka menjadi lebih dekat dengan Allah.
Kedekatan dengan Allah ini membuat mereka senantiasa merasakan ketenangan hati
dan kejernihan dalam berpikir. Keadaan personal yang kondusif ini
membuat mereka ketika bertutur kata menjadi mantap, berbobot, ketika
beraktivitas menjadi terarah dan penuh keoptimisan, serta memunculkan sikap perilaku yang
menyenangkan semua pihak. Sehingga para bawahan tidak terasa
terpengaruh untuk bersama-sama bergerak dan beraktivitas mewujudkan
keberhasilan organisasi yang dipimpin.
Kondisi inilah yang oleh Danah Zohar dan
Ian Mashall dikatakan sebagai pemimpin yang memiliki kecerdasan spiritual yang
bisa meningkatkan kualitas hidup dan keberadaannya menjadi modal spiritual (spiritual
capital) bagi sebuah organisasi.
Pada posisi ini kecerdasan spiritual menjadi metode, konsep yang jelas dan
pasti mengisi kekosongan batin, jiwa serta konsep universal yang menghantarkan
seseorang pemimpin pada predikat memuaskan bagi dirinya sendiri juga sesamanya.
Hal ini karena seorang pemimpin spiritulis mengerti makna dan mampu memerankan
cinta kasih di mana ia berada.
Selanjutnya dengan kecerdasan spiritual
ini maka seorang pemimpin mampu membuat kebaikan, kebenaran, keindahan dan
kasih sayang dalam organisasi yang dipimpinnya.
Implikasi dari semua ini maka para pemimpin yang spiritualis akan mampu
mempengaruhi orang lain dengan cara mengilhami tanpa mengindoktrinasi,
menyadarkan tanpa menyakiti, membangkitkan tanpa memaksa dan mengajak tanpa
memerintah.
Demikian pula para kepala sekolah yang
dalam melaksanakan spiritualitas di samping mencari rida Allah juga berharap
sukses, ternyata mengalami keberhasilan kepemimpinan lebih baik dari pada yang
melakukan dengan hanya mencari rido Allah saja. Hal ini sangat beralasan,
karena mereka yang melakukan spiritualitas di samping mencari rida Allah, juga
berharap sukses ini, ternyata memiliki nilai tambah (plus). Nilai
tambahnya yakni meraka juga melakukan perintah Allah untuk berdo’a dan berharap
kepada-Nya. Harapan dan
do’anya ini tentu akan diwujudkan Allah sesuai dengan janji-Nya.
Harapan dan
do’a ini menimbulkan sikap optimis dan motivasi dalam diri. Sehingga dari sini maka bisa dilihat
bahwa mereka yang berharap kepada Allah tampak lebih optimis dan memiliki
motivasi lebih besar daripada yang tidak berharap. Keoptimisan dan motivasi
yang lebih besar ini menjadi sebab mereka bangkit dan tergerak melangkah dengan
mantap, terarah untuk meraih serta mewujudkan kesuksesan kepemimpinannya.
Inilah cara Allah mewujudkan harapan dan do’a mereka seperti yang dijanjikan
kepada hamba-Nya jika berharap dan berdo’a kepada-Nya.
Selanjutnya
diketahui pula setelah diuji dengan teknik analisis chi kuadrat dan nilai koefisien kontingensi yang ada dibandingkan dengan C
maks dengan program SPSS 15.0.maka spiritualitas (salat tahajud, salat
duha, salat hajat, puasa Senin Kamis) ternyata berpengaruh signifikan terhadap
keberhasilan kepemimpinan dengan keeratan pengaruhnya
rata-rata sebesar 72,73%.
Selain itu
alasan diterimanya hipotesis itu adalah jika dilihat dari 4 spiritualitas
masing-masing harus mempengaruhi 7 indikator keberhasilan kepemimpinan maka
spiritualitas harus mempengaruhi 28 indikator yang ada, sedang dari 28
indikator yang harus dipengaruhi, ternyata yang tidak berpengaruh hanya ada 5
(17,9%) indikator saja dan sisinya ada 23 (82,1%) indikator yang dapat
dipengaruhi spiritualitas.
Untuk itu
hipotesis yang berbunyi bahwa spiritualitas memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap keberhasilan kepemimpinan para kepala SMP Islam favorit di Surabaya
diterima, kecuali pada beberapa indikator keberhasilan kepemimpinan, salat
duha, salat hajat, dan puasa Senin Kamis pengaruhnya terhadap kepuasan gaji
yang diterima para bawahan rendah (tidak berpengaruh) dan salat duha
pengaruhnya terhadap kebijakan yang diterima bawahan rendah (tidak
berpengaruh), salat hajat pengaruhnya terhadap disiplin kerja juga rendah
(tidak berpengaruh).
Rendahnya
(tidak adanya) pengaruh tersebut karena ada faktor lain yang mempengaruhinya
yakni eksternal. Faktor eksternal ini di antaranya kebijakan yayasan/pemerintah
bagi PNS DPK dalam menetapkan gaji dan yayasan telah menempatkan para guru,
karyawan pada sekolah tersebut sesuai dengan kebutuhan, dan tingkat
kompetensinya. Hal ini seperti yang dikemukakan
Moeheriono, apabila pihak pengelola (yayasan) menempatkan karyawan dan (guru)
sesuai dengan kompetensi yang berkualitas baik dan optimal maka dipastikan akan
tercipta sistem personalia yang memiliki kinerja terpadu dan terarah.
Selanjutnya Moeheriono menjelaskan bahwa kompetensi seseorang termasuk dalam
kategori tinggi atau baik nantinya akan dibuktikan dan ditunjukkan apabila ia
sudah melakukan pekerjaan”.
Faktor eksternal ini, disebut variabel pengganggu (distorter variable).
Hal ini karena keberadaannya dapat menyebabkan pengaruh variabel independen
terhadap sebagian indikator keberhasilan kepemimpinan di atas menjadi mengecil.
Adapun faktor internal yang turut
mempengaruhi rendahnya pengaruh di atas yakni tingkat emosional, kekhusyukan,
keikhlasan, keistiqamahan, atau peningkatan dan pengharapan sukses para kepala
sekolah ketika melakukan spiritualitas. Faktor internal ini sesungguhnya
menjadi variabel antara (intervening variable). Hal ini karena apabila
variabel tersebut dimasukkan, hubungan statistik yang semula nampak antara dua
variabel menjadi lemah atau bahkan lenyap.
C. Implikasi Teoritik
Hasil temuan dalam penelitian ini jika dikaitkan dengan teori dan temuan
sebelumnya maka mengandung implikasi mendukung, mengembangkan dan menolak bahkan menjadi temuan baru khususnya dalam
hal spiritualitas Islam dan kepemimpinan di institusi pendidkan Islam. Dengan ditemukan bahwa spiritualitas (salat tahajud, duha,
hajat dan puasa Senin Kamis) berpengaruh secara signifikan terhadap
keberhasilan kepemimpinan maka mengandung implikasi sebagai berikut.
Hasil penelitian ini mendukung teori
yang dikemukakan Gay Hendricks dan Kate Goodeman yang mengatakan bahwa pada
pasar global nanti akan ditemukan orang-orang suci, mistikus atau sufi di dalam
perusahaan-perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern bukan hanya di
tempat-tempat ibadah saja.
Mendukung teorinya Paul Stange pakar mistisisme dari Murdoch University
Australia yang mengatakan, bahwa “unsur spiritual benar-benar mewarnai
kesuksesan para pemimpin Indonesia dalam menjalankan kekuasaannya.”
Temuan ini juga mendukung teori William James seorang pakar mistisisme yang
mengatakan bahwa: “…pengalaman spiritual merupakan satu-satunya gerbang menuju
kehidupan yang lebih bahagia.”
Sedang bagi para kepala sekolah akan menjadi bahagia jika berhasil dalam
kepimimpinannya. Ruslan Abdulgani juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kesuksesan dalam proses kepemimpinan yakni mempunyai kelebihan
dalam hal menggunakan pikiran, rohani (spiritualitas), jasmani.
Temuan dalam penelitian ini juga
mengembangkan temuan-temuan lain yang telah ada, seperti temuan: Moh. Sholeh
dari sisi medis bahwa salat tahajud ternyata berpengaruh terhadap peningkatan
respons ketahanan tubuh imunologik.Wibisono membuktikan dari hasil
penelitiannya bahwa motivasi spiritual (aqidah dan muamalat) berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan.Muafi membuktikan bahwa motivasi
spiritualitas (aqidah, ibadah, muamalah) berpengaruh positif terhadap kinerja.
Tobroni dari hasil penelitiannya
menemukan, bahwa kepemimpinan spiritual dapat menciptakan noble industry yang
efektif, yakni budaya organisasi yang kondusif, proses organisasi yang efektif
dan inovasi-inovasi dalam organisasi. Kepemimpinan spiritual terbukti dapat
mengembangkan organisasi.
Fred. R. David dari sisi manajemen mengemukakan bahwa para spiritualis yang
mempunyai pengalaman yang bersifat metafisik, akan memiliki kekuatan yang
lembut untuk menggerakkan aktivitas menuju kesuksesan. Popper dari sisi filsafat mengemukakan bahwa “pengalaman spiritualitas
yang bersifat metafisika bukan saja dapat bermakna, tetapi dapat benar juga,
walaupun baru menjadi ilmiah kalau sudah teruji dan dites (falsifiabilitas).
Temuan dalam penelitian ini setelah diuji dengan metode ilmiah maka ternyata
spiritualitas berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan yang kebenarannya
bisa dipertanggungjawabkan.
Temuan dalam penelitian ini juga menolak
temuan dan teori yang dikemukakan olehChablullah
Wibisono, walaupun tidak berkaitan dengan kepemimpinan hasil temuannya secara
realita empirik menyatakan bahwa motivasi spiritual ternyata berpengaruh
negatif terhadap kinerja karyawan. Ini memiliki implikasi, apabila motivasi
spiritual (salat lima waktu, puasa ramadan) karyawan meningkat, maka kinerja
mereka akan menurun.
Penolakan terhadap temuan Wibisono ini karena spiritualitas berpengaruh positif
pada keberhasilan kepemimpinan yang ada. Sedang Wibisono, motivasi spiritual
ternyata berpengaruh negatif tetapi pada kinerja karyawan dan bukan pada
kepemimpinan.
C. Stephen Evans, yang menyatakan bahwa
pengalaman spiritualitas ini kurang bisa diuji secara publik/intersubjektif.
Penolakan terhadap teori ini karena spiritualitas ternyata dapat diuji secara
publik yang hasilnya berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan. Simuh yang
menyatakan bahwa spiritualitas keberadaannya akan menjadi penghambat kemajuan
dan menimbulkan kemunduran selama berabad-abad.
Namun dari hasil penelitian ini bukan menimbulkan kemunduran tapi justru
kemajuan karena membawa kepemimpinan menjadi sukses.
D. Kesimpulan
Berdasarkan
rumusan masalah yang diajukan dan pembahasan di atas maka penelitan ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
- Kepala SMP Islam favorit di Surabaya
sesungguhnya melakukan upaya spiritualitas dalam kepemimpinannya. Dari 30
respoden yang ada, ternyata ada 63% yang melakukan spiritualitas dengan
istiqamah, ada 25% yang meningkatkan intensitasnya, dan hanya ada 12% yang
mengalami penurunan intensitas. Dalam melakukan spiritualitas di
atas, para kepala SMP Islam favorit di Surabaya kebanyakan (53%)
karena mencari rida Allah dan
sisinya (47%) melakukannya selain karena Allah juga berharap kesuksesan.
- Para Kepala SMP Islam favorit yang ada
sesungguhnya berhasil baik dalam menjalankan kepemimpinannya. Adapun
keberhasilan kepemimpinan yang lebih besar terletak pada apa yang
diperoleh dari organisasi (organizational achievement) daripada organizational
maintenance.
- Spiritualitas yang dilakukan para
kepala SMP Islam favorit Surabaya ternyata berpengaruh positif terhadap
keberhasilan kepemimpinan dengan keeratan
pengaruhnya rata-rata sebesar 72,73%. Mereka yang melakukan
spiritualitas dengan istiqamah dan terus meningkatkan intensitasnya secara
empirik ternyata lebih berhasil dalam kepemimpinan, daripada yang
mengalami penurunan intensitas. Demikian pula para kepala sekolah yang
dalam melaksanakan spiritualitas di samping mencari rida Allah juga
berharap sukses, ternyata mengalami keberhasilan kepemimpinan lebih baik
dari pada yang melakukan dengan hanya mencari rido Allah saja.
Daftar Kepustakaan
Evans, C. Stephen. Philosophy of Religion. Downers
Grove, Illinois, USA: InterVarsity Press, 1982.
Hick, John. An Interpretation
of Religion, Human Responses to the Transcendent. New
Haven and London: Yale University
Press, 1989.
Jalaluddin dan Ramayulis. Pengantar Ilmu Jiwa Agama.
Jakarta: Kalam Mulia, 1993.
James, William. The Varieties of Religious Experience:
Pengalaman-pengalaman Religius.
Terj. Luthfi Anshari. Yogyakarta: Jendela, 2003.
MacIntyre, Alasdair. claims this in his essay “Visions,”
in New Essays in Philosophical Theology, ed. Antony Flew and Alasdair
MacIntyre. New York: Macmillan, 1964.
Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban:
Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan.
Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2000.
Nurdin H.K. Ethics of Religious Relations in
Heterogeneous Society, Dalam Ihya Ulum al-Din, Number 1 Vol 1, International Journal, Published by State
Institute for Islamic Studies. Semarang-Indonesia: IAIN Wali Songo, 1999.
Simuh, Islam dan
Pergumulan Budaya Jawa. Jakarta: Teraju, 2003.
Nurdin H.K, Ethics of Religious Relations
in Heterogeneous Society, Dalam Ihya Ulum al-Din, Number 1 Vol 1, International Journal, Published by State Institute
for Islamic Studies (Semarang-Indonesia: IAIN Wali Songo, 1999), 98.
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa (Jakarta:
Teraju, 2003), 132
Alasdair MacIntyre claims this in his essay
“Visions,” in New Essays“Visions,” in New Essays in Philosophical
Theology, ed. Antony Flew and Alasdair MacIntyre (New York: Macmillan,
1964), 256.
John Hick, An Interpretation of Religion, Human
Responses to the Transcendent (New Haven and London: Yale University Press,
1989), 210-229.
Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu
Jiwa Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1993), 71.
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan
Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan
Kemodernan (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2000), 67.
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban
..., 67.
C. Stephen Evans, Philosophy of Religion. Downers
Grove, Illinois (USA: InterVarsity Press, 1982), 81-92.