Persoalan yang menyangkut
spiritualitas, sesungguhnya dapat dijumpai dalam semua agama, tak terkecuali
dalam Islam. Sedang pada penganut agama selain Islam secara empirik dalam
penelitian tesis terbukti mereka juga melakukannya. (Djoko Hartono: 2004). Spiritualitas
ini ternyata tidak saja dilakukan di lingkungan organisasi/perusahaan
manufaktur Wibisono (2002), dalam perusahaan jasa seperti di lembaga pendidikan
upaya melakukan spiritualitas ternyata menjadi paradigma yang dikembangkan oleh
pemimpin organisasi tersebut baik mereka yang beragama Islam ataupun selain
Islam. Kenyataan ini menjadi temuan yang dilakukan penulis ketika melakukan
penelitian tesis untuk studi S2. Namun penelitian disertasi yang dilakukan
Wibisono tersebut berkaitan dengan spiritualitas Islam dan pengaruhnya terhadap
kinerja para karyawan sedang pada penelitian tesis penulis berkaitan dengan
spiritualitas secara umum (tidak hanya Islam), pengaruhnya terhadap keberhasilan
kepemimpinan kepala sekolah.
Ada tiga paradigma yang
berbeda dari kedua penelitian tersebut yakni variabel penelitian dan objek
serta hasil temuannya. Apa yang dilakukan Wibisono variabel independennya
spiritualitas Islam dan variabel dependennya kinerja karyawan serta objeknya
perusahaan manufaktur. Adapun pada tesis penulis variabel independennya
spiritualitas secara umum (tidak hanya Islam), variabel dependennya para kepala
sekolah dan objeknya institusi pendidikan umum. Untuk temuan Wibisono, motivasi
spiritual (doa, salat lima waktu dan puasa ramadan) berpengaruh negatif
terhadap kinerja karyawan sedang dalam temuan dalam tesis penulis waktu itu
motivasi spiritual (umum) berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan kepemimpinan.
Bertitik tolak dari keduanya
penulis melakukan penelitian disertasi yang berbeda dari penelitian sebelumnya
seperti di atas. Meskipun variabel independennya sama-sama spiritualitas namun
memiliki perbedaan yakni spritualitas Islam yang menyangkut salat tahajud,
salat duha, salat hajat, puasa Senin Kamis dan variabel dependennya
keberhasilan kepemimpinan dengan objek para kepala SMP Islam favorit di
Surabaya yang berjumlah tiga puluh orang. Adapun penetapan favorit ini peneliti
dasarkan pada banyaknya jumlah siswa minimal 250 siswa ke atas. Hal ini sesuai
teori yang dikemukakan Aan
Komariah dan Cepi Triatna (2008:29) bahwa sekolah yang dicari, tidak pernah
sepi pengunjung, tidak kehilangan pelanggan bisa dikata sebagai sekolah
favorit. Untuk variabel dependen, indikator keberhasilan kepemimpinan itu
terdiri dua hal yakni pertama, apa yang telah dicapai oleh organisasi (organizational achievement) dan kedua, pembinaan
terhadap organisasi (organizational maintenance) (Abdul Azis Wahab:
2008). Pada organizational
achievement menyangkut: Produksi sekolah (jumlah siswa) meningkat,
Produk berkualitas (siswa lulus ujian nasional), Keuntungan dana
meningkat, Program inovatif terwujud sedang pada organizational
maintenance menyangkut: Bawahan puas (tidak protes dengan gaji/honor), Bawahan
termotivasi (melakukan kebijakan yang ada), Bawahan semangat bekerja (disiplin
waktu).
Ada tiga Profesor yang menjadi
promotor/pembimbing dalam penelitian ini, yakni Prof. Dr. H. M. Sholeh, M.Pd.
(pakar tahajud), PNI, Prof. Dr. H. Ali Haidar, M.A.
(pakar fiqih politik Islam) dan Prof. Dr. Moeheriono, M.Si (pakar manajemen
sumberdaya manusia). Penelitian ini diarahkan pada suatu tujuan untuk
mengetahui spiritualitas yang menyangkut
salat tahajud, duha, hajat, dan puasa Senin Kamis, dan keberhasilan kepemimpinan
para kepala SMP Islam favorit di Surabaya saat ini serta besarnya pengaruh
spiritualitas terhadap keberhasilan kepemimpinan.
Adapun temuan-temuan dalam
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, para
kepala SMP Islam favorit di Surabaya ternyata melakukan upaya spiritualitas.
Hal itu terbukti dengan adanya perbedaan intensitas spiritualitas Islam antara
sebelum dengan ketika menjadi kepala sekolah. Ketika menjabat, spiritualitas
kepala SMP Islam favorit di Surabaya lebih baik daripada sebelum menjabat. Hal
ini terbukti, dari 30 kepala sekolah sebelum menjabat kebanyakan mereka telah
melakukan spiritualitas (salat tahajud, dan puasa Senin Kamis) pada intensitas
sering dan (salat duha dan salat hajat) pada intensitas sebagian sering, sebagian
kadang-kadang. Namun ketika menjabat pada semua spiritualitas (salat tahajud,
salat duha, salat hajat dan puasa Senin Kamis) yang dilakukannya, kebanyakan
responden melakukan pada intensitas sering.
Ketika menjabat sebagai kepala sekolah, dalam melakukan upaya spiritualitas
ini dari 30 respoden yang ada, ternyata ada 25% yang meningkatkan
intensitasnya, dan ada pula yang melakukan spiritualitas dengan istiqamah,
mereka ada 63% dan hanya ada 12% yang mengalami penurunan intensitas. Mereka
yang melakukan peningkatan intensitas karena memiliki motivasi ingin lebih
mendekatkan diri kepada Allah dan agar senantiasa menerima bantuan dan
pertolongan dari Allah. Mereka yang melakukan dengan istiqamah karena beribadah
dengan istiqamah merupakan perintah agama dan dengannya Allah memberi bimbingan
dalam menjalankan kepemimpinan sehingga meraih kesuksesan. Sedangkan mereka
yang mengalami penurunan intensitas spiritualitas disebabkan karena telah
merasa mendapatkan yang diharapkan, capek dan lelah akibat banyaknya pekerjaan
dan tanggung jawab keseharian sebagai kepala sekolah sehingga mereka sering
meninggalkan spiritualitas yang sebelumnya dilakukan.
Dalam melakukan spiritualitas di atas, para kepala SMP Islam favorit di
Surabaya kebanyakan (53%) karena mencari
rida Allah dan sisinya (47%) melakukannya selain karena Allah juga berharap
kesuksesan. Mereka yang melakukan hanya mencari rida Allah karena merupakan
dorongan dari dalam diri untuk memenuhi kebutuhan agar bisa lebih dekat,
memperoleh hubungan langsung, berkomunikasi serta berdialog dengan Allah.
Sedang mereka yang melakukan karena Allah dan juga berharap sukses disebabkan mengharap sesuatu kepada Allah merupakan
perintah Allah sendiri sehingga Allah memenuhi kebutuhan dan cita-citanya.
Kedua, secara empirik
dari hasil penelitian ini ditemukan, ternyata di SMP Islam favorit Surabaya
jumlah siswanya mengalami peningkatan (ada 23 sekolah) 76,7%, para siswanya
lulus dalam ujian nasional baik lulus langsung atau harus melalui ujian ulang
(ada 25 sekolah / 83,3%), keuntungan dana mengalami peningkatan (ada 23 sekolah
/ 76,7%), kebanyakan program-program inovasinya terwujud (ada 25 sekolah / 83,3%),
dan semua bawahan puas dengan gaji (ada 23 sekolah / 76,7%), kebanyakan bawahan
tidak protes dengan kebijakan yang dibuat (ada 18 sekolah / 60%), kebanyakan
bawahan datang sebelum jam kerja dimulai dan pulang setelah tanggung jawab
harian selesai (ada 17 sekolah / 56,7%).
Ini merupakan petunjuk bahwa
para Kepala SMP Islam favorit yang ada sesungguhnya berhasil baik dalam
menjalankan kepemimpinannya. Adapun keberhasilan kepemimpinan yang lebih besar
terletak pada apa yang diperoleh dari organisasi (organizational achievement)
daripada organizational maintenance. Hal ini terbukti kebanyakan
responden menjawab empat indikator milik organizational achievement pada poin (b). Sedang pada organizational
maintenance yang memiliki tiga indikator kebanyakan responden hanya
menjawab dua indikator saja pada poin (b).
Ketiga, spiritualitas
yang dilakukan para kepala SMP Islam favorit Surabaya ternyata berpengaruh
positif terhadap keberhasilan kepemimpinan. Mereka yang melakukan spiritualitas dengan
istiqamah dan terus meningkatkan intensitasnya secara empirik ternyata lebih
berhasil dalam kepemimpinan, daripada yang mengalami penurunan intensitas.
Hal ini sangat beralasan
karena dengan istiqamah dan terus meningkatkan intensitas dalam melakukan
spiritualitas, mereka menjadi lebih dekat dengan Allah. Kedekatan dengan Allah
ini membuat mereka senantiasa merasakan ketenangan hati dan kejernihan dalam
berpikir. Keadaan personal yang kondusif ini membuat mereka ketika bertutur
kata menjadi mantap, berbobot, ketika beraktivitas menjadi terarah dan penuh
keoptimisan, serta memunculkan sikap perilaku yang menyenangkan semua pihak.
Sehingga para bawahan tidak terasa terpengaruh untuk bersama-sama bergerak dan
beraktivitas mewujudkan keberhasilan organisasi yang dipimpin.
Demikian pula para kepala
sekolah yang dalam melaksanakan spiritualitas di samping mencari rida Allah
juga berharap sukses, ternyata mengalami keberhasilan kepemimpinan lebih baik
dari pada yang melakukan dengan hanya mencari rido Allah saja. Hal ini sangat
beralasan, karena mereka yang melakukan spiritualitas di samping mencari rida
Allah, juga berharap sukses ini, ternyata memiliki nilai tambah (plus).
Nilai tambahnya yakni meraka juga melakukan perintah Allah untuk berdo’a dan
berharap kepada-Nya. Harapan dan do’anya ini tentu akan diwujudkan Allah sesuai
dengan janji-Nya.
Harapan dan do’a ini
menimbulkan sikap optimis dan motivasi dalam diri. Sehingga dari sini maka bisa
dilihat bahwa mereka yang berharap kepada Allah tampak lebih optimis dan
memiliki motivasi lebih besar daripada yang tidak berharap. Keoptimisan dan
motivasi yang lebih besar ini menjadi sebab mereka bangkit dan tergerak
melangkah dengan mantap, terarah untuk meraih serta mewujudkan kesuksesan
kepemimpinannya. Inilah cara Allah mewujudkan harapan dan do’a mereka seperti
yang dijanjikan kepada hamba-Nya jika berharap dan berdo’a kepada-Nya.
Selanjutnya diketahui pula
setelah diuji dengan teknik analisis chi kuadrat dan
nilai koefisien kontingensi yang ada dibandingkan dengan C maks dengan program
SPSS 15.0.maka spiritualitas (salat tahajud, salat duha, salat hajat,
puasa Senin Kamis) ternyata berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan
kepemimpinan dengan keeratan pengaruhnya rata-rata
sebesar 72,73%.
Selain itu alasan diterimanya
hipotesis itu adalah jika dilihat dari 4 spiritualitas masing-masing harus
mempengaruhi 7 indikator keberhasilan kepemimpinan maka spiritualitas harus
mempengaruhi 28 indikator yang ada, sedang dari 28 indikator yang harus
dipengaruhi, ternyata yang tidak berpengaruh hanya ada 5 (17,9%) indikator saja
dan sisinya ada 23 (82,1%) indikator yang dapat dipengaruhi spiritualitas.
Untuk itu hipotesis yang
berbunyi bahwa spiritualitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
keberhasilan kepemimpinan para kepala SMP Islam favorit di Surabaya diterima,
kecuali pada beberapa indikator keberhasilan kepemimpinan, salat duha, salat
hajat, dan puasa Senin Kamis pengaruhnya terhadap kepuasan gaji yang diterima
para bawahan rendah (tidak berpengaruh) dan salat duha pengaruhnya terhadap
kebijakan yang diterima bawahan rendah (tidak berpengaruh), salat hajat
pengaruhnya terhadap disiplin kerja juga rendah (tidak berpengaruh).
Rendahnya (tidak adanya)
pengaruh tersebut karena ada faktor lain yang mempengaruhinya yakni eksternal.
Faktor eksternal ini di antaranya kebijakan yayasan/pemerintah bagi PNS DPK
dalam menetapkan gaji dan yayasan telah menempatkan para guru, karyawan pada
sekolah tersebut sesuai dengan kebutuhan, dan tingkat kompetensinya. Faktor
eksternal ini, disebut variabel pengganggu (distorter variable). Hal ini
karena keberadaannya dapat menyebabkan pengaruh variabel independen terhadap
sebagian indikator keberhasilan kepemimpinan di atas menjadi mengecil.
Adapun faktor internal yang
turut mempengaruhi rendahnya pengaruh di atas yakni tingkat emosional,
kekhusyukan, keikhlasan, keistiqamahan, atau peningkatan dan pengharapan sukses
para kepala sekolah ketika melakukan spiritualitas. Faktor internal ini
sesungguhnya menjadi variabel antara (intervening variable). Hal ini
karena apabila variabel tersebut dimasukkan, hubungan statistik yang semula
nampak antara dua variabel menjadi lemah atau bahkan lenyap.
Implikasi Teoritik
Hasil temuan dalam
penelitian ini jika dikaitkan dengan teori dan temuan sebelumnya maka
mengandung implikasi mendukung, mengembangkan dan menolak bahkan menjadi temuan baru khususnya dalam
hal spiritualitas Islam dan kepemimpinan di institusi pendidkan Islam. Dengan ditemukan bahwa spiritualitas (salat tahajud, duha,
hajat dan puasa Senin Kamis) berpengaruh secara signifikan terhadap
keberhasilan kepemimpinan maka mengandung implikasi sebagai berikut.
Hasil penelitian ini mendukung
teorinya Gay Hendricks dan Kate Goodeman (2001) yang mengatakan bahwa pada
pasar global nanti akan ditemukan orang-orang suci, mistikus atau sufi di dalam
perusahaan-perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern bukan hanya di
tempat-tempat ibadah saja. Mendukung teorinya Paul Stange pakar mistisisme dari
Murdoch University Australia yang mengatakan, bahwa “unsur spiritual
benar-benar mewarnai kesuksesan para pemimpin Indonesia dalam menjalankan
kekuasaannya.” Temuan ini juga
mendukung teori William James (2003), seorang pakar mistisisme yang mengatakan
bahwa: “…pengalaman spiritual merupakan satu-satunya gerbang menuju kehidupan
yang lebih bahagia.” Sedang bagi para kepala sekolah akan menjadi bahagia jika
berhasil dalam kepimimpinannya.
Ruslan Abdulgani seperti yang dikutib Nanang Fattah (2004), juga
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam proses
kepemimpinan yakni mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani
(spiritualitas), jasmani. Simuh (2003) mengemukakan bahwa tidak hanya rakyat
kecil dan masyarakat pedesaan saja, mereka yang hidup di metropolis, bisnismen
bahkan pejabat seringkali melakukan upaya spiritualitas. Misalnya ketika pemilihan lurah, bupati/walikota,
gubernur, bahkan presiden hingga ketika memimpin dan menduduki jabatan mereka
tidak bisa lepas dari upaya ini demi kesuksesan pekerjaannya.
Temuan dalam penelitian ini
juga mengembangkan temuan-temuan lain yang telah ada, seperti temuan: Moh.
Sholeh (2000) dari sisi medis bahwa salat tahajud ternyata berpengaruh terhadap
peningkatan respons ketahanan tubuh imunologik. Wibisono (2002) membuktikan dari hasil
penelitiannya bahwa motivasi spiritual (aqidah dan muamalat) berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan. Muafi
(2003) membuktikan bahwa motivasi spiritualitas (aqidah, ibadah, muamalah)
berpengaruh positif terhadap kinerja. Tobroni
(2005) dari hasil penelitiannya menemukan, bahwa kepemimpinan spiritual dapat
menciptakan noble industry yang efektif, yakni budaya organisasi yang
kondusif, proses organisasi yang efektif dan inovasi-inovasi dalam organisasi.
Kepemimpinan spiritual terbukti dapat mengembangkan organisasi. Fred. R. David (2002)
dari sisi manajemen mengemukakan bahwa para spiritualis yang mempunyai
pengalaman yang bersifat metafisik, akan memiliki kekuatan yang lembut untuk
menggerakkan aktivitas menuju kesuksesan. Popper dari sisi filsafat seperti
yang dikutib Berten (2003) mengemukakan bahwa “pengalaman spiritualitas yang
bersifat metafisika bukan saja dapat bermakna, tetapi dapat benar juga,
walaupun baru menjadi ilmiah kalau sudah teruji dan dites (falsifiabilitas).
Temuan dalam penelitian ini setelah diuji dengan metode ilmiah maka ternyata
spiritualitas berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan yang kebenarannya
bisa dipertanggungjawabkan.
Temuan dalam penelitian ini
juga menolak temuan dan teori yang dikemukakan oleh Wibisono (2002), walaupun tidak berkaitan
dengan kepemimpinan hasil temuannya secara realita empirik menyatakan bahwa
motivasi spiritual ternyata berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. Ini
memiliki implikasi, apabila motivasi spiritual (salat lima waktu, puasa
ramadan) karyawan meningkat, maka kinerja mereka akan menurun. Penolakan
terhadap temuan Wibisono ini karena spiritualitas berpengaruh positif pada
keberhasilan kepemimpinan yang ada. Sedang Wibisono, motivasi spiritual
ternyata berpengaruh negatif tetapi pada kinerja karyawan dan bukan pada
kepemimpinan. C. Stephen Evans (1982), juga menyatakan bahwa pengalaman
spiritualitas ini kurang bisa diuji secara publik/intersubjektif. Penolakan
terhadap teori ini karena spiritualitas ternyata dapat diuji secara publik yang
hasilnya berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan. Simuh (2003) yang
menyatakan bahwa spiritualitas keberadaannya akan menjadi penghambat kemajuan
dan menimbulkan kemunduran selama berabad-abad. Namun dari hasil penelitian ini
bukan menimbulkan kemunduran tapi justru kemajuan karena membawa kepemimpinan
menjadi sukses.
Penulis: Dr. Djoko
Hartono, S.Ag, M.Ag, M.M
0 komentar:
Posting Komentar