Selasa, 22 Januari 2013

STUDI KELAYAKAN PONDOK PESANTREN (PONPES) (Menakar Eksistensi Pondok Pesantren di Era Globalisasi)


A.    Pondok Pesantren dan Globalisasi

Ponpes sejatinya merupakan institusi pendidikan Islam nonformal, swasta yang eksistensinya sejak munculnya mengalami perubahan dan perkembangan, serta tetap bertahan dengan karakteristiknya yang khas. (Masyhud, dkk, 2003: 4). Di antara ponpes tersebut dalam perjalanannya ada yang telah melakukan perubahan dan banyak pula yang masih mempertahankan system pendidikan tradisionalnya. Untuk itu secara umum ponpes dalam penerapan manajemennya boleh dikata masih konvensional dan menghadapi kendala serius menyangkut ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kurang professional pula.

Hal ini misalnya dapat dilihat dari tiadanya pemisahan yang jelas antara yayasan, pemimpin madrasah, guru dan staf administrasi, tidak adanya transparansi pengelolaan sumber-sumber keuangan, belum terdistribusinya peran pengelolaan pendidikan, banyaknya penyelenggaraan administrasi yang tidak sesuai dengan standar, serta unit-unit kerja tidak berjalan sesuai aturan baku organisasi.( Masyhud, dkk, 2003: 8, 16).

Ponpes yang sesungguhnya memiliki potensi pendidikan dan pengembang masyarakat (Saefudin Zuhri & Marzuki Wahid, dkk, 1999). Sampai kapan pun ponpes tentu tetap dibutuhkan jika dalam dunia globalisasi saat ini mampu menyuguhkan dirinya kepada pengguna jasa (stakeholder) dengan pola dan menu yang dibutuhnya masyarakat sesuai dengan konteks zaman yang ada.

Selanjutnya perlu di ketahui bahwa dunia global saat ini ditandai dengan arus pergerakan yang bebas lintas batas geografis dari barang, jasa, orang-orang, keahlian dan gagasannya. Pergerakan yang bebas tersebut relative tidak terhambat oleh batas-batas artifisial seperti tarif. Dunia global ini secara signifikan memperluas dan membuat lingkungan persaingan semakin kompleks. (Murtha, Lenway & Bagozzi, 1998: 97-114).

Kondisi seperti ini sesungguhnya menuntut agar ponpes mau dan berani mereposisi diri. Mengingat eksistensinya menjadi salah satu agant of change masyarakat muslim maka pihak pengelola/pengasuh ponpes yang ada dalam arus globalisasi ini harus mempertimbangkan ulang peluang, tantang, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki ponpes tersebut. Sebab menurut para pakar manajemen strategis seperti Hitt, Ireland & Hoskisson (2001: 12) bahwa dalam dunia global seperti saat ini tentu akan memunculkan peluang dan tantangan tersendiri.

Selanjutnya mereka juga mengatakan bahwa globalisasi adalah penyebaran inovasi ke seluruh dunia dan penyesuaian politis dan budaya yang menyertai pernyebaran tersebut. Globalisasi mendorong integrasi internasional. (Hitt,dkk, 2001: 14).

Dengan demikian globalisasi akan meningkatkan kisaran peluang bagi ponpes-ponpes yang ada sekaligus berkompetisi di lingkungan persaingan abad 21 di era millennium ketiga ini. Menurut Hamilton (1999) seperti yang dikutib Hitt,dkk (2001: 16) bahwa dalam lingkungan persaingan abad 21, daya saing strategis akan didapatkan hanya oleh mereka yang mampu memenuhi standar global yakni kualitas yang bisa diterima internasional. Standar ini tidak statis, membutuhkan usaha, memerlukan perbaikan terus menerus.

Untuk itu menjadi tugas bersama para pengelola/pengasuh ponpes melakukan upaya dan membuat serta meningkatkan strategi agar ponpes sebagai institusi pendidikan Islam yang memiliki cirri khas tersendiri pada saatnya menjadi rujukan umat Islam di dunia. Mereka kemudian menjadi berpaling menuju ponpes dan menjadikan ponpes sebagai alternative utama tempat pendidikan masyarakat.

B.     Menakar Eksistensi Pondok Pesantren

Untuk mewujudkan harapan seperti di atas, bahwa ponpes menjadi alternative utama tempat pendidikan masyarakat dunia maka para pengelola/pengasuh ponpes saat ini harus mau menakar akan eksistensi ponpes mereka. Untuk itu Visi, misi, tujuan, nilai karakteristik ponpes tentu harus dicanangkan. Studi kelayakan dan perencanaan strategi juga harus dilakukan. Ini semua merupakan bagian pengembangan manajemen ponpes yang harus diketahui dan diaplikasikan oleh para pengelola/pengasuh ponpes yang ada dalam rangka meraih impian yang diharapkan.

Mencangkan visi, misi, nilai-nilai, tujuan ponpes tentu sangat penting. Hal ini karena keberadaannya memperjelas arah mana yang hendak dituju, jenis institusi seperti apa yang mereka diharapkan nantinya. Dalam hal ini pakar manajemen dan ekonomi Indonesia Renald Kasali (2011) mengatakan bahwa organisasi-organsiasi/perusahaan besar yang memiliki daya saing global memiliki visi yang jelas dan tidak bertele-tele.

 

Pertama tentang Visi

Stetemen visi ini mengisyaratkan tujuan puncak dari sebuah institusi dan untuk apa visi itu dicapai. Visi yang baik tidak perlu bertele-tele, tetapi harus singkat, langsung dan menunjukkan tujuan puncak institusi. (Edward Sallis, 2010: 216). Hal senada juga dikemukakan Reuben Mark, CEO dari Colgate. Ia menegaskan bahwa visi hendaknya yang jelas dan harus semakin masuk akal secara internasional, sederhana tetapi membangkitkan semangat. (Brian Dumaine, 1989: 50) Menurut Fred R. David (2002: 83) bahwa pernyataan visi  menjawab pertanyaan “Kita ingin menjadi seperti apa?” dan visi diperlukan untuk memotivasi kerja secara efektif.

Beberapa contoh visi institusi dalam dunia komersil, “IBM adalah layanan”, Disneyland: “Kami menciptakan kegembiraan”. Perusahaan computer: “Kami membuat computer tercepat di dunia”, Perusahaan telekomunikasi: “Pelayanan telepon untuk setiap orang”. Visi Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy (1961) yakni: Mencapai bulan sebelum dekade ini berakhir.

Delapan tahun kemudian pada 20 Juli 1969, Neil Armstrong dan Buzz Aldrin mendarat ke bulan sehingga Amerika merasa percaya diri lagi. Pada hal sebelumnya Uni Soviet mengejutkan dunia dengan meroketkan satelit ke orbit Bumi dan Yuri Gagarin menjadi manusia pertama ke ruang angkasa. Pada saat itu Amerika dan masyarakatnya hanya menjadi penonton dengan takjub dan kagum serta penuh dengan kekuatiran.

Melihat kondisi sebagian besar ponpes di masyarakat tentu menjadi menimbulakan keprihatinan dan kekuatiran akan eksistensinya di masa yang akan datang. Sebab masyarakat ponpes saat ini nampaknya hanya menjadi penonton yang takjub dan kagum terhadap perkembangan sain dan teknologi serta belum mampu menjadi produsen yang memberi manfaat bagi masyarakat dunia. Hal ini seperti yang terjadi pada masyarakat Amerika yang F. Kennedy menjadi Presidennya tatkala melihat Negara Uni Soviet kala itu. Kalau John F. Kennedy dengan visinya mampu mengembalikan kepercayaan diri masyarakatnya, tentu para Kyai pengelola/pengasuh ponpes juga harus bisa.

Kalau Rasulullah Saw mampu mewujudkan masyarakat Madani yang berperadaban tinggi, maka sebagai pewaris Nabi tentu juga menjadi suatu hal keharusan pula. Tinggal kita mau dan berani apa tidak melakukan perubahan dan pengembangan ke arah sana. Mungkin di sini Kementerian Agama RI khususnya bagian pondok pesantren perlu mencanangkan Visi Besar Ponpes Indonesia yakni Menjadi Sentral Pendidikan Masyarakat Internasional.

 

Kedua tentang Misi

Sementara misi sangat berkaitan dengan visi, memberi arahan yang jelas baik untuk masa sekarang maupun akan datang serta membuat visi memperjelas alasan, kenapa sebuah institusi berbeda dari institusi-institusi yang lain, harus diterjemahkan ke dalam langkah-langkah penting yang dibutuhkan dalam memanfaatkan peluang yang ada dalam institusi. (Edward Sallis, 2010: 216).

  Menurut Fred R.David (2002: 82-83) pernyataan misi menjawab pertanyaan “Apa bisnis kita?”. Dari hasil penelitian yang membandingkan pernyataan misi dari perusahaan daftar Fortune 500 dengan prestasi baik dan perusahaan dengan prestasi jelek sampai pada kesimpulan bahwa yang berprestasi baik mempunyai pernyataan misi yang lebih lengkap ketimbang yang berprestasi rendah.

Untuk itu para pengelola organisasi harus berhati-hati dalam mengembangkan pernyataan misinya. Menurut Edwar Sallis (2010: 217), para pengelola organisasi dalam menyusun statemen misi hendaknya mengingat beberapa poin bahwa pernyataan misi:

1.      Harus mudah diingat

2.      Harus mudah dikomunikasikan

3.      Harus memperjelas sifat dasar bisnis

4.      Harus ada komitmen terhadap peningkatan mutu

5.      Harus berupa statemen tujuan jangka panjang dari sebuah organisasi

6.      Harus difokuskan pada pelanggan

7.      Harus fleksibel

Ada beberapa contoh  statemen misi. Misi Hightown School: “Memberikan mutu pendidikan yang terbaik kepada para pelajarnya”. Misi Mid-County College of Arts and Teknologi: “Penyedia utama program-program akademik dan kejuruan bermutu yang fleksibel bagi lulusan sekolah dan remaja-remaja di wilayah tersebut”.

 

Ketiga tentang Nilai-Nilai.

Nilai-nilai dari sebuah organisasi merupakan prinsip-prinsip yang menjadi dasar operasi dan pencarian organisasi tersebut dalam mencapai visi dan misinya. Nilai-nilai tersebut mengekspresikan kepercayaan dan cita-cita institusi. Ia harus singkat padat, mudah diingat dan harus bisa dikomunikasikan, mengemudikan organisasi dan memberikan arah, menyediakan tujuan yang konsisten, sesuai dengan lingkungan yang ada, menancapkan hubungan kuat baik dengan pelanggan maupun dengan staf. (Edwar Sallis, 2010: 218)

Adapun contoh nilai-nilai:

1.      Kita mengutamakan para pelajar kita

2.      Kita bekerja dengan standar integritas professional tertinggi

3.      Kita bekerja sebaga tim

4.      Kita  memiliki komitmen terhadap peningkatan yang kontinyu

5.      Kita memberi kesempatan yang sama pada semua

6.      Kita akan memberikan mutu pelayanan tertinggi

 

Keempat tentang Tujuan

Setelah visi, misi dan nilai-nilai telah ditetapkan, ketiganya harus diterjemahkan ke dalam tujuan-tujuan yang bisa tercapai. Tujuan sering diekspresikan sebagai sasaran dan cita-cita, diekspresikan dalam metode yang terukur sehingga hasil akhirnya dapat dievaluasi dengan menggunakan metode tersebut. Tujuan harus realistis dan dapat dicapai. (Edwar Sallis, 2010: 219)

C.   Pentingnya Studi Kelayakan

Menurut Herry Erlangga (2007) studi kelayakan usaha (feasibility study of business)adalah suatu penelitian tentang layak tidaknya suatu usaha dilakukan dengan menguntungkan secara terus menerus. Studi kelayakan bertujuan untuk secara objektif dan rasional mengungkap kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman bisnis yang ada atau usaha yang diusulkan.
Untuk itu bagi pengelola/pengasuh ponpes tentu sangat penting melakukan studi kelayakan ini dalam rangka untuk mengetahui kelayakan eksistensi ponpes tersebut, lebih-lebih dalam memasuki abad millennium ketiga ini.         Selanjutnya untuk mengetahui kelayakan eksistensi ponpes di era globalisasi     ini maka dapat menggunakan analisis SWOT (Strenght /Kekuatan), (Weakness/Kelemahan), (Opportunity/Peluang), (Threat/Ancaman)
Hasil Feasibility Study (FS) pada prinsipnya digunakan untuk antara lain ::
·         Merintis usaha baru;
·         Mengembangkan usaha yang sudah ada
·         Memilih jenis usaha atau investasi/proyek yang paling menguntungkan.
Adapun pihak yang memerlukan FS di antaranya:
·         Pihak wirausaha (pemilik perusahaan )
·         Pihak investor dan penyandang dana;
·         Pihak masyarakat dan pemerintah.
Menurut Edwar Sallis (2010: 221-222), analisis SWOT sejatinya merupakan alat yang umum digunakan dalam perencanaan strategis dan merupakan alat yang efektif dalam menempatkan potensi institusi. SWOT dapat dibagi ke dalam dua elemen yakni analisis internal yang berkonsentrasi pada prestasi institusi itu sendiri dan analisis lingkungan.
Uji kekuatan dan kelemahan pada dasarnya merupakan audit internal tentang seberapa efektif performa institusi. Sementara peluang dan ancaman berkonsentrasi pada konteks eksternal atau lingkungan. Untuk itu pentingnya pengujian ini (SWOT) adalah untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi ancaman dan membangun peluang.
Kebutuhan pelanggan dan konteks kompetitif tempat institusi beroperasi sesungguhnya merupakan dua variable kunci dalam membangun atau mengembangkan strategi jangka panjang institusi. Strategi ini harus dikembangkan dengan berbagai metode yang dapat memungkinkan institusi/ponpes mampu mempertahankan diri dalam menghadapi kompetisi serta mampu memaksimalkan daya tariknya bagi para pelanggan, pengguna jasa, stakeholder. Jika pengujian tersebut dipadukan dengan pengujian misi dan nilai, maka akan ditemukan sebuah identitas institusi/ponpes atau karakteristik mutu yang berbeda dari para pesaingnya.

D.   Draf/Instrumen Melakukan Studi Kelayakan Ponpes

 

1.       Buat visi, misi, nilai-nilai dan tujuan

2.       Deskripsikan kondisi objek ponpes

3.       Buat analisis SWOT yang menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap ponpes. Dalam menyusun analisi ini, perlu mempertimbangkan: Dinamika dan perubahan masyarakat, Perkembangan iptek, Kebutuhan pemerintah, masyarakat daerah, propinsi, nasional, internasional, Kerja sama yang sudah terjalin, baik dari dalam atau luar negeri.

4.       Melakukan need assesment yaitu upaya mendapatkan informasi bahwa ponpes yang ada sesuai dengan kebutuhan atau harapan calon santri (peserta didik), masyarakat (stakeholder). Instrumen untuk melakukan pengukuran berupa: Survey atas minat santri/siswa, masyarakat/lembaga lain terhadap ponpes

5.       Melakukan analisis proyeksi (trend projection) yakni melihat kecenderungan yang dibutuhkan masyarakat global dalam dunia pendidikan.

6.       Melakukan teknik delphi yaitu mencari informasi ke agen tertentu tentang persebaran peserta didik/anak-anak banyak berada di institusi pendidikan/ponpes mana. Hal ini bisa ditanyakan kepada kepala sekolah, para orang tua dan yang lain.

7.       Melakukan analisis job market yakni analisis terhadap kemanfaatan dan keunggulan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik sehingga output/outcome lima tahun kedepan dapat diterima dan dibutuhkan pasar (marketable). Untuk itu dalam melakukan analisis ini perlu diperhatikan: Perkembangan ponpes-ponpes yang ada di era globalisasi, perkembangan pasar/masyarakat globalisasi akan kebutuhan alumni ponpes.

8.       Melakukan analisis market share yaitu strategi membagi peluang kerja dari lulusan yang akan dihasilkan beberapa ponpes yang sama. Sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat. Untuk itu perlu ada konsorsium sehingga market share bisa dibicarakan.

9.       Melakukan analisis tentang kualifikasi SDM, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, pendanaan, potensi dan pelung kerja sama yang bisa dibangun baik berskala local hingga internasional.





* Penulis:
Dosen Fakultas Tarbiyah & Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya
Direktur Program Pascasarja STAI Al-Khoziny Buduran Sidoarjo
Direktur Ponpes Mahasiswa Jagad Alimussirry Surabaya



0 komentar:

Posting Komentar